Kamis, 20 Desember 2012

Istiqomah

Suatu hari Abu Nawas berjumpa dengan kenalannya. Mereka lalu bercakap-cakap. Abu Nawas ditanya, “Wahai Abu Nawas, berapa usiamu sekarang?” Abu Nawas menjawab, “Usiaku 50 tahun”. Kemudian mereka pun melanjutkan percakapannya. Beberapa tahun kemudian mereka berjumpa kembali. Teman Abu Nawas ini kembali bertanya,”Wahai Abu Nawas, berapa usiamu sekarang?” Dan sekali lagi Abu Nawas menjawab, “Usiaku 50 tahun”. Temannya pun heran, “Bagaimana kau ini! Beberapa tahun yang lalu aku tanya usiamu, engkau menjawab 50 tahun. Sekarang pun juga kau jawab 50 tahun?!” Dengan tenang Abu Nawas menjawab, “Aku konsisten”.

Cerita ini cukup menggelitik saya. Kendati konyol, ada sebuah pelajaran berharga yang bisa kita petik di dalamnya. Yaitu tentang konsistensi, atau bisa kita sebut pula ke-istiqomahan. Banyak sekali sekarang ini kita jumpai orang-orang yang tidak dapat menjaga keistiqomahan. Mereka sering sekali berganti-ganti sikap / pandangan, tidak punya prinsip, hanya ikut arus. Atau kalau orang Jawa bilang “isuk dhele sore tempe” (pagi hari masih berupa kedelai, sore hari sudah berubah menjadi tempe). Artinya, sikap seseorang tersebut cepat sekali berubah.

Dalam Islam, keistiqomahan ini penting, terutama dalam kaitannya dengan ibadah. Kita dianjurkan untuk melakukan sebuah amal, yang walaupun dalam pandangan manusia nilainya kecil, tetapi terus dilakukan / kontinyu (istiqomah), daripada sekali kita melakukan amal kebaikan yang nilainya besar menurut pandangan kita, tetapi setelah itu kita tidak pernah lagi melakukan amal kebaikan lagi.

Menjaga konsistensi ini ternyata bukan perkara mudah. Banyak sekali halangan di depan kita. Bila kita tidak kuat iman, niscaya kita akan terbawa arus. Mungkin karena itulah dalam surat Al Ashr Allah menyampaikan “Dan saling menasihatilah dalam melaksanakan kebaikan / menegakkan yang hak, dan saling menasihatilah untuk menetapi kesabaran”. Ayat ini menunjukkan bahwa untuk melaksanakan suatu kebaikan harus dilakukan dengan sabar, kontinyu / terus menerus. Dan agar bisa terus istiqomah maka kita dianjurkan untuk “saling menasihati”. Memang sudah menjadi sifat kita sebagai manusia bahwa hati kita ini mudah berbolak balik. Kadang hati kita begitu mudah menghadap Allah, kadang begitu mudah berbuat maksiat. Maka agar hati kita tetap terjaga terus dalam koridor perlu adanya “alarm” yang mengingatkan, yang membangkitkan semangat kita lagi agar  tetap berada di jalan yang benar. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar