Suatu
hari Abu Nawas berjumpa dengan kenalannya. Mereka lalu bercakap-cakap. Abu
Nawas ditanya, “Wahai Abu Nawas, berapa usiamu sekarang?” Abu Nawas menjawab,
“Usiaku 50 tahun”. Kemudian mereka pun melanjutkan percakapannya. Beberapa
tahun kemudian mereka berjumpa kembali. Teman Abu Nawas ini kembali
bertanya,”Wahai Abu Nawas, berapa usiamu sekarang?” Dan sekali lagi Abu Nawas
menjawab, “Usiaku 50 tahun”. Temannya pun heran, “Bagaimana kau ini! Beberapa
tahun yang lalu aku tanya usiamu, engkau menjawab 50 tahun. Sekarang pun juga
kau jawab 50 tahun?!” Dengan tenang Abu Nawas menjawab, “Aku konsisten”.
Cerita
ini cukup menggelitik saya. Kendati konyol, ada sebuah pelajaran berharga yang
bisa kita petik di dalamnya. Yaitu tentang konsistensi, atau bisa kita sebut
pula ke-istiqomahan. Banyak sekali sekarang ini kita jumpai orang-orang yang
tidak dapat menjaga keistiqomahan. Mereka sering sekali berganti-ganti sikap /
pandangan, tidak punya prinsip, hanya ikut arus. Atau kalau orang Jawa bilang “isuk dhele sore tempe” (pagi hari masih
berupa kedelai, sore hari sudah berubah menjadi tempe). Artinya, sikap
seseorang tersebut cepat sekali berubah.
Dalam
Islam, keistiqomahan ini penting, terutama dalam kaitannya dengan ibadah. Kita
dianjurkan untuk melakukan sebuah amal, yang walaupun dalam pandangan manusia
nilainya kecil, tetapi terus dilakukan / kontinyu (istiqomah), daripada sekali
kita melakukan amal kebaikan yang nilainya besar menurut pandangan kita, tetapi
setelah itu kita tidak pernah lagi melakukan amal kebaikan lagi.
Menjaga
konsistensi ini ternyata bukan perkara mudah. Banyak sekali halangan di depan
kita. Bila kita tidak kuat iman, niscaya kita akan terbawa arus. Mungkin karena
itulah dalam surat Al Ashr Allah menyampaikan “Dan saling menasihatilah dalam melaksanakan kebaikan / menegakkan yang
hak, dan saling menasihatilah untuk menetapi kesabaran”. Ayat ini
menunjukkan bahwa untuk melaksanakan suatu kebaikan harus dilakukan dengan
sabar, kontinyu / terus menerus. Dan agar bisa terus istiqomah maka kita
dianjurkan untuk “saling menasihati”. Memang sudah menjadi sifat kita sebagai
manusia bahwa hati kita ini mudah berbolak balik. Kadang hati kita begitu mudah
menghadap Allah, kadang begitu mudah berbuat maksiat. Maka agar hati kita tetap
terjaga terus dalam koridor perlu adanya “alarm” yang mengingatkan, yang
membangkitkan semangat kita lagi agar
tetap berada di jalan yang benar. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar