Minggu, 17 Juni 2012

Kepemimpinan

Suatu hari salah seorang sahabat Nabi, yaitu Abu Dzar Al Ghifari r.a berkata kepada Rasulullah Saw. agar diberikan sebuah jabatan. Sambil tersenyum Nabi Saw. menolak keinginan Abu dzar tersebut dengan alasan Abu Dzar terlalu lemah untuk memangku sebuah jabatan. Lemah disini berarti bahwa Abu dzar memiliki sifat yang terlalu lemah lembut, pemaaf, dan terlalu santun. Padahal kadangkala seorang pemimpin dituntut untuk bertindak keras, baik untuk menghadapi musuh ataupun untuk menegakkkan suatu aturan agar sesuai dengan perintah Allah SWT.

Dari kisah di atas dapat kita lihat, kendati Abu Dzar Al Ghifari r.a adalah salah seorang sahabat terdekat Nabi, seorang yang sangat dihormati di kalangan sahabat Nabi, tetapi tidak serta merta nabi Saw menuruti keinginan Abu Dzar. Beliau melihat, meneliti, dan menganalisis dengan sungguh-sungguh mengenai kemampuan sahabatnya tersebut. Beliau yang telah mengenal sahabatnya itu dengan baik mengetahui kemampuan, kapabilitas, sifat-sifat yang ada dalam diri sahabatnya. Sehingga beliau dapat mengambil kesimpulan dan keputusan untuk memberi atau tidak memberikan jabatan kepada sahabatnya tersebut.

Pada dasarnya, jabatan bukanlah sesuatu yang diminta atau diperebutkan, melainkan dipercayakan. Jabatan / kepemimpinan merupakan amanah, yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Imam Al Ghazali pernah menyatakan bahwa hal terberat dalam dunia ini adalah memikul amanah. Secara umum, amanah disini tentu saja bisa bermakna amanah / kepercayaan untuk melakukan suatu hal. Dan kepemimpinan adalah amanah yang lebih khusus dan lebih berat. Karena seorang pemimpin harus mengarahkan, memberi contoh, mengayomi, membimbing, dan memastikan bahwa orang-orang yang dipimpinnya melakukan tugas sebagaimana mestinya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Bahkan, karena beratnya amanah kepemimpinan itu, Khalifah Umar bin Al Khattab pernah menyatakan, jika sekiranya dalam masa kepemimpinannya ada seekor domba jatuh ke sungai, beliau takut jika Allah menanyakan hal itu kepada beliau dan meminta pertanggungjawabannya.

Maka sungguh sangat mengherankan jika sekarang kita lihat banyak orang memperebutkan jabatan. Mereka mencalonkan diri menjadi pemimpin, berkampanye, menggalang dukungan, bahkan dengan berbagai cara yang tidak semestinya, demi memperoleh jabatan yang diincarnya. Orang yang begitu berkeinginan untuk menjadi pemimpin, tak perduli bagaimana caranya, hampir pasti bisa dipastikan ketika ia terpilih menjadi pemimpin, memegang jabatan, ia akan melakukan hal-hal yang tidak semestinya, melakukan pelanggaran, kecurangan, meminta fasilitas yang berlebihan bagi dirinya, keluarga, atau siapapun yang diinginkannya, dalam bentuk apapun yang dikehendakinya. Naudzu billah.

Lantas, apakah berarti kita tidak boleh menduduki jabatan tertentu?

Tentu saja boleh. Tetapi ada persyaratan-persyaratan yang mesti dipenuhi. Ada dua pintu utama untuk menjadi pemimpin : Pertama, dipilih / diberi kepercayaan / amanah / tugas oleh umat dengan mempertimbangkan berbagai faktor, misal ketakwaan, integritas, kapabilitas, kemampuan mempengaruhi, teliti, profesional, dan seterusnya. Kedua, mencalonkan diri, jika disertai niat yang tulus ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui upaya perbaikan atas hal-hal yang dianggap masih belum baik / benar, dan tidak ada orang lain yang mempunyai kapabilitas yang sama, yang bersedia menjadi pemimpin. Jika semua orang baik menolak menjadi pimpinan dengan alasan takut akan pertanggungjawabannya, maka hal itu justru akan menimbulkan kemungkinan terjadi dosa baru, karena hal tersebut berarti memberi peluang kepada orang-orang jahat untuk menduduki jabatan / menjadi pemimpin, yang kemungkinan besar juga akan membawa keadaan menjadi lebih buruk.

Intinya, menjadi pemimpin bukanlah sesuatu yang mesti diminta, tetapi dipercayakan. Jika kita memang diserahi amanah menjadi pimpinan / memegang jabatan tertentu, atau dengan terpaksa harus mencalonkan diri menjadi pimpinan, maka pastikan bahwa semua itu dilakukan demi mendekatkan diri kepada Allah, lakukan dengan cara yang benar, dan pertanggungjawabkan sesuai dengan keseharusannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar