Senin, 29 Agustus 2011

Ramadhan, Nasibmu dari Masa ke Masa



Kue,kue…bunga…taplak meja yang baru
Baju baru, motor, mobil, cincin dan gelang
Berapa puluh kali aku harus melihatnya
Pameran ajang kemewahan dan kebanggaan
Menjadi melamun dan diam kala kau tak punya uang

Jalan-jalan dibanjiri manusia
Muda-mudi bergandengan tangan, berbelanja
Padahal mereka bukan muhrim, … dan belum menikah…
Tahukah kau bahwa mereka juga masih berpuasa lo!
Bahkan tak pernah bolong, konon… 

Suasana itu yang senantiasa saya temui di bulan Ramadhan hari-hari terakhir. Semua orang sibuk menghabiskan uangnya di pusat-pusat perbelanjaan, di pasar-pasar. Memenuhi keinginan perut, ego, dan kesombongan. Mereka lupa bulan Ramadhan masih belum berakhir. Bukankah Ramadhan adalah bulan yang penuh pahala? Bukankah semestinya orang-orang di bulan itu saling berlomba untuk menambah amal ibadah mereka, kendati hanya tersisa beberapa hari? Bukankah hari-hari terakhir bulan Ramadhan adalah saat untuk menjemput Lailatul Qadr?

Tetapi pertanyaan-pertanyaan itu nampaknya sudah menjadi usang, kuno. Orang tak merasa perlu lagi untuk mengikutinya. Orang-orang begitu bersemangat untuk menyambut bulan Syawal, yang berarti juga mengakhiri masa Ramadhan. Orang-orang lebih sibuk, lebih asyik menyambut bulan Syawal daripada memanfaatkan sisa Ramadhan. Seakan-akan Ramadhan adalah bulan yang penuh siksaan, kekangan. Seakan-akan tawaran kemurahan Allah di bulan itu merupakan bencana bagi manusia! Astaghfirullah…

Padahal, bukankah kita semua tahu, 1 Syawal, hari Iedul Fitri, adalah simbol kemenangan. Bahwa kita telah melewati ujian terberat umat manusia selama satu bulan. Ujian melawan hawa nafsu kita. Ujian yang tidak semua orang bisa melaluinya. Ramadhan sendiri juga simbol perjuangan melawan nafsu itu. Karena perjuangan yang sesungguhnya berlangsung setiap waktu, setiap detik. Bukan hanya di bulan Ramadhan. Ketika kita telah memenangkan sebuah simbol, maka kita akan memperoleh simbol pula. Simbol kemenangan, Iedul Fitri.

Tapi, benarkah kita telah memenangkan Ramadhan? Benarkah kita telah menaklukkan nafsu kita? Seberapa percaya-dirikah kita untuk mengatakan bahwa kita telah berhasil lulus dengan sempurna? Karena ketika kita telah yakin lulus dalam bulan Ramadhan, telah mengalahkan nafsu kita, maka sesungguhnya kita gagal total. Karena kita telah jatuh ke dalam kesombongan. Dan kesombongan adalah sesuatu yang sangat dibenci Allah. Alih-alih mendapat pembebasan dari api neraka, kita justru akan dilemparkan ke dalamnya!

Lalu pertanyaannya, apa yang orang-orang itu rayakan di akhir Ramadhan dan di awal Syawal? Kemenangan atas penaklukan hawa nafsu mereka? Benarkah sudah pantas? Bukankah semestinya akhir Ramadhan diisi dengan semakin tunduk kepada Allah, menjadi orang yang lebih tenang dan bijak, waspada terhadap tipu daya dunia? Bukankah akhir Ramadhan adalah saat-saat orang mencucurkan air mata seraya bertanya-tanya, akankah kita bertemu Ramadhan tahun depan? Siapkah kita, jika Ramadhan yang kita jalani sekarang adalah Ramadhan terakhir dalam hidup kita? Siapkah kita bertemu Rabb kita dengan membawa amal ibadah yang tidak seberapa? Itukah yang akan kita persembahkan untuk Kekasih kita?
Ya Allah, semoga Engkau mempertemukan kami dengan Ramadhan tahun depan.
Ya Allah, berilah petunjuk senantiasa kepada hamba-Mu yang fakir ini.
Ya Allah, kami memang tak pantas memasuki surga-Mu, tetapi sungguh kami tak sanggup menjalani hidup di neraka-Mu.

 
Maka rahmatilah kami, ampunilah kami, bimbinglah kami, dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang beruntung, orang-orang yang mulia di sisi-Mu.
Amin….