Sabtu, 22 Januari 2011

Kabut

Orang-orang berkerumun dan berteriak-teriak. Ada apa? Maling?
Sepertinya bukan.

Ada yang berlarian kesana kemari. Mengucapkan sesuatu. Minta tolong. Kebakaran?
Tampaknya juga bukan itu.

Lalu wanita-wanita menjerit. Anak-anak menangis. Ada apa sebenarnya? Bencana alam?
Aku tak yakin.

Perlahan. Aku lihat wajah orang-orang. Memandangku heran? Kok aneh. Bukankah seharusnya aku yang heran. Apa yang mereka lakukan?

Tapi sepertinya tatapan itu bukan heran. Tanda tanya? Apa ada bedanya tanda tanya dengan heran? Tanda tanya digunakan untuk sebuah klarifikasi, memperjelas sesuatu hal. Sedangkan heran adalah ekspresi dari sebuah kekaguman, keterkejutan atas sesuatu yang tak biasa atau tak lazim menurut pemikiran orang-orang atau seseorang.

Emm…rasanya sekarang bukan waktu yang tepat untuk membahas kosakata itu, kendati aku yakin aku bisa menjelaskannya lebih banyak.

Tapi yang aku yakin, orang-orang berlarian, berkerumun, memandang, di satu titik. Aku. Ada apa denganku? Apa aku orang aneh? Rasanya tidak. Yah, teman-temanku mengatakan aku agak terlalu bersolek beberapa hari ini. Tapi itu bukan hal yang jelek kan. Aku melihat di tv banyak lelaki yang bersolek. Dan itu tak menjadi masalah. Kenapa buatku jadi masalah? Toh, aku hanya menggunakan minyak rambut agar rambutku yang mulai memutih terlihat agak hitam dan klimis. Itupun tiga hari sekali…

Aku masih tak yakin orang-orang ini mendekatiku karena gaya bersolekku. Mungkin karena bawaanku yang terlampau banyak, dan mereka tak suka melihatku terlihat “sibuk”? Tunggu dulu, bawaanku ini berharga. Semuanya. Jangan-jangan mereka mau merampokku. Waduh! Coba kuingat-ingat. Beberapa hari yang lalu aku melihat film tentang bela diri di rumah temanku. Aku ingat beberapa gerakannya. Kukira aku bisa menggunakannya jika orang-orang ini mencoba mengambil bawaanku. Tapi mereka terlalu banyak. Apa aku bisa menghadapinya sendirian?

Tiba-tiba aku kok tidak tenang dengan semua pandangan mata orang-orang itu. Sepertinya mereka juga mengucapkan sesuatu. Tapi apa? Ah, apakah aku setuli itu. Tak bisa mendengar sedikitpun kata-kata mereka. Padahal tadinya bisa lo!

Pandangan mataku juga agak kabur. Sebentar jelas, sebentar hilang. Aku tadi memang sempat minum aspirin. Tapi itu dua jam yang lalu. Masak masih bereaksi sih?

Kok sepi ya. Aku merasa dingin. Jam berapa sekarang? Aku harus menjemput anakku. Aku mau melihat jam tanganku. Hei, aku mau melihat jam tanganku! Kenapa tanganku tak bisa digerakan? Kulirik sekilas ke tanganku. Tunggu dulu. Kenapa aku terbaring? Darah? Di tanganku? Bajuku? Kakiku? Dimana-mana? Tubuhku penuh darah? Ada apa? Motorku tergeletak begitu saja. Sekilas kulihat cukup berantakan.

Astaga!! Aku baru sadar. Aku tadi melihat truk. Di depanku. Aku sedang melintas. Aku tak bisa menghindar.

Tiba-tiba aku ingat sesuatu. Aku yakin masih di sakuku. Ya. Coklat itu. Untuk anakku. Hanya sebulan sekali aku membelikannya. Aku tak punya uang. Tapi sebulan sekali sudah cukup untuk membuat anakku terlonjak-lonjak kegirangan. Aku menyeberang setelah membelikan coklat untuk anakku.

Ah, aku juga baru sadar. Ternyata orang-orang berteriak meminta bantuan medis untuk menolongku. Ternyata wanita-wanita menjerit, anak-anak menangis karena ngeri melihat keadaanku. Ternyata…

Aku tiba-tiba merasa pusing. Dingin sekali rasanya. Kabut mulai turun di pelupuk mataku. Maaf, nak. Sepertinya bapak tak bisa membawakan coklat untukmu kali ini….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar